Final
Paper Teori Sosiologi Kritik dan Postmodern
“ Michel
Foucault dan Kekuasaan “
Oleh:
Ageng Mahendra A
Jurusan
Sosiologi – Universitas Brawijaya
NIM : 115120101111023 – agengbrawijaya@gmail.com
1. Pendahuluan
Pada tugas final paper ini penulis akan mencoba menulis ulang pengetahuan dan
pemahaman yang penulis dapat setelah mengikuti perkuliahan teori sosiologi
kritik dan posmodern, pada tugas ini penulis sendiri akan mengangkat dan
membahas salah satu tokoh yang paling terkenal sebagai seorang filsuf abad 20 yang
berasal dari Perancis yaitu Michel Foucault. Hasil pemikiran Foucault sendiri
yang paling terkenal adalah bagaimana ia melihat kekuasaan sebagai sebuah hal
umum yang ada dan tersebar diseluruh masyarakat yang ada didunia.
Sebelum memasuki dan membahas teori yang
lebih mendalam dari Michel Foucault sendiri, penulis dalam hal ini akan
memaparkan pengetahuan atau subejektivitas penulis dalam memandang apa itu yang
dinamakan dengan kekuasaan. Kekuasaan menurut penulis dalam hal ini adalah
istilah dimana seseorang atau sekelompok orang didalam masyarakat itu mempunyai
sebuah sesuatu yang mana mampu mempengaruhi dalam hal ini menguasai orang lain
atau masyarakat lainnya, dimana orang atau masyarakat lain tersebut mau
mengikuti dan merasa harus bertindak sesuai apa yang diinginkan oleh yang
memiliki porsi atas “kuasa” tersebut dan bertindak dan berlaku atas
standar-standar pembenaran yang dihasilkan oleh mereka yang memiliki
kekuasaaan.
Michel Foucault sendiri tidak melihat
kekuasaan seperti yang dikatakan dan digambarkan oleh banyak orang, bagaimana
kekuasaan itu berasal dari adanya legitimasi-legitimasi yang didapat dari
orang, kekuasaan sebagai hasil konsensus dari orang-orang, atau kekuasaan yang
didapat dari menghancurkan dan menyingkirkan orang lain seperti melakukan
penjajahan, meng-koloni bangsa lain sehingga bangsa lain tunduk kepada bangsa
kita dan kita punya kekuasaan akan negara yang kita jajah. Michel Foucault
lebih melihat bagaimana sebenaranya kekuasaan itu sendiri ada dan tersebar
disegala penjuru kehidupan manusia, dan masyarakat atau manusianya itu
sendirilah yang menjadi aktor dari kekuasaan. Manusia sebagai aktor kekuasaan
maka manusia mempunyai 2 dimensi dalam kehidupan, mereka (manusia) mampu
menjadi aktor kekuasaan yang menguasai manusia lainnya atau manusia tersebut
sebagai orang yang dikuasai.
Sebelum lebih jauh lagi membahas teori
yang dihasilkan oleh Michel Foucault, tidak salahnya untuk mengetahui sedikit
siapakah itu Michel Foucault. Michel Foucault sendiri merupakan filsuf dan seorang
teoritikus yang berasal dari Perancis, pemikiran akan Foucault sendiri dikenal
sebagai seorang teoritikus yang beraliran Post-Modern
(melewati zaman modern), dimana inti pemikiran dan pokok-pokok pemikirannya
tidak lain untuk mengkritik realitas kehidupan yang ada di dunia tempat tinggal
manusia, yang mana pada kehidupan masyarakat modern sebenarnya saat ini sedang
didominasi dan terbelenggu atas hubungan-hubungan atau jaring-jaring kekuasaan
yang dikuasai oleh segelintir orang dalam hal ini para kapitalis sebagai “
pemilik ilmu pengetahuan “ karena merekalah yang mengkonstruksi ilmu
pengetahuan dan kekuasaan disebarkannya oleh ilmu-ilmu pengetahuan kepada
masyarakat.
Penguasaan oleh para kapitalis atas
masyarakat-masyarakat pada saat ini begitu terselubung sehingga mereka
(masyarakat modern) sampai tidak menyadari kalau mereka sedang dikuasai, selain
terselubung kekuasaan yang dimiliki para “ pemilik ilmu pengetahuan “ ini pun
begitu dominatif. Balik lagi sesama teoritikus yang menempatkan pemikiran
kritiknya terhadap kondisi masyarakat dunia modern saat ini, Foucault lebih
melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang berafiliasi dengan ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh masyarakat, berbeda pada pemikiran mahzab Frankfurt oleh Marcuse.
Marcuse lebih melihat pada bagaimana masyarakat modern saat ini dikuasai,
didominasi oleh para kapitalis melalui teknologi-teknologi yang semakin
berkembang, sehingga membuat batas antara needs
(kebutuhan) dan wants (keinginan) menjadi kabur
sehingga masyarakat yang dilihat Marcuse berusaha digiring oleh para penguasa
(kapitalis) untuk mengikuti budaya massa, sehingga individu-individu yang tidak
mengikuti budaya massa dapat dikatakan sebagai individu yang aneh atau berbeda
(deviant). Teori penguasaan oleh para
pemilik modal atas masyarakat dunia modern dengan mengkaburkan fungsi teknologi
yang semakin berkembang ini disebut, Rasionalitas Teknologis.
Begitu pula yang membedakan Foucault
dengan para teortikus mahzab Frankfurt lainnya yaitu Adorno dan Hockeimer,
dimana Adorno dan Hockeimer berusaha untuk membuka kesadaran yang dimiliki oleh
masyarakat melalui tulisannya mengenai Dialektik
der Aufklarung atau abad
pencerahan, dimana mereka berdua juga mengkritik masyarakat modern yang saat
ini terbuai oleh musik-musik yang merupakan bentukan oleh para kapitalis yaitu
budaya pop, yang mana menyamakan selera musik dan seni yang dimiliki oleh
masyarkat modern sehingga menyingkirkan nilai-nilai agung yang dimiliki oleh
seni ataupun musik itu sendiri karena penciptaan musik-musik popular itu
sendiri dibuat oleh kapitalis demi mencapai tujuannya yaitu profit.
Masing-masing teoritikus kritis dan
posmo memiliki perbedaan satu sama lain yang menjadi fokus dari pemikiran
kritis mereka, Lyotard dan Derrida sebagai filsuf dan teoritkus posmo sendiri
juga memiliki perbedaan dalam pemikiran yang menjadi fokusnya dengan apa yang
dipikirkan oleh Michel Foucault, Lyotard lebih menitikberatkan kritiknya
terhadap narasi-narasi besar yang telah ada dan mendahului pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga masyarakat dunia modern tanpa disadari
mengikuti cerita-cerita besar tersebut yang dimaksudkan demi kepentingan
kapitalis padahal mereka (masyarakat dunia modern) mampu menciptakan
cerita-cerita kecilnya sendiri atau yang menurut bahasa Lyotard adalah Parology. Begitu juga dengan pemikiran
yang dihasilkan oleh Derrida sebagai hasil kritiknya kepada kehidupan dunia
modern saat ini, yang mana masyarakat saat ini dikuasai dan didominasi oleh
penguasa karena secara pengetahuan mereka menerima gambaran serta isi yang
didapat dari teks-teks yang beredar, yang mana teks tersebut berisi
jaring-jaring kekuasaan dan kepentingan dari sang penulisnya. Dimana pada
masyarakat yang dikritik oleh Derrida adalah masyarakat yang dikuasai melalui
teks-teks seperti buku, kamus yang mana tujuannya diarahkan demi kepentingan
barat.
Bagaimana gambaran masyarakat dunia
modern saat ini begitu terdominasi sehingga mereka tidak mampu menyadari kalau
mereka sedang didominasi dan dikuasai oleh para kapitalis. Meskipun terdapat
perbedaan dalam menempatkan inti pemikiran kritisnya dengan teoritikus kritik
dan posmo lainnya, Michel Foucault coba melihat dan mamandang dunia modernitas
sebagai dunia yang mana masyarakatnya sedang didominasi oleh kekuasaan, yang
mana kekuasaan tersebut tersebar melalui ilmu-ilmu pengetahuan yang diciptakan
oleh manusia itu sendiri untuk menaklukan manusia lainnya dengan menciptakan kebenaran-kebenaran
yang sebenarnya semu bagi masyarakat.
Sebelum memasuki dan membahas
pemikiran-pemikiran serta teori-teori Foucalt lebih mendalam, penulis akan
membeberkan hasil-hasil karya berupa tulisan yang merepresentasikan pemikiran
Foucault atas kritiknya kepada modernitas. Karya-karya hasil pemikiran dan
representasi kritik oleh Michel Foucault, diantaranya menurut terjemahan bahasa
Inggris adalah: Madness and Civilization (1961), The Birth of The Clinic
(1963), The Order of Things (1966), The Archaeology of Knowledge
(1969), dan Discipline and Punish (1975) (Suharnadji dalam Suyanto dan
Amal, 2010: 367). Inti-inti dan hasil pemikiran yang ada didalam buku tersebut
akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.
2. Masalah
Permasalahan yang akan penulis angkat
dan dapat dikaji dan ditelisik oleh inti dari pemikiran kritis oleh Michel
Foucault selain membeberkan contoh-contoh yang telah dipaparkan oleh Michel
Foucault sendiri seperti institusi penjara yang menyebarkan kekuasaanya kepada
narapidana melalui mekanisme-mekanisme tersendirinya yang dipakai untuk
menaklukan rasio para narapidana, institusi kedokteran dan rumah sakit yang
melalui ilmu pengetahuan akan disiplinnya sehingga mampu menguasai dengan
membedakan mana orang sakit dan mana orang yang sehat, kemudian oleh institusi
atau lembaga psikolog yang mana ilmu pengetahuan yang ada pada disiplinnya
melalui tes-tes yang dilakukan yaitu psikotes, mereka (para psikolog)
menyebarkan dan mendisplinkan masyarakat dengan membedakan mana orang yang
normal dan mana orang yang tidak normal melalui skor hasil psikotesnya.
Dalam final paper ini, penulis akan mengambil beberapa permasalahan yang
mana dapat dikaji dan sesuai dengan tradisi pemikiran kritis yang berusaha
seperti Foucault tawarkan: hal yang pertama akan penulis bahas adalah bagaimana
saat ini di Indonesia terutama untuk mengamankan dan berusaha menghindari
adanya perbuatan yang tidak sesuai hukum, muncul lah teknologi sebagai hasil
perkembangan zaman yaitu CCTV sebagai
alat yang dapat merekam dan mengambil gambar situasi keadaan yang ada pada saat
itu terjadi hal ini menurut penulis sendiri seprinsip dengan metode yang
dilihat oleh Foucault dalam institusi penjara. Institusi penjara yang ada pada
zaman Foucault menggunakan metode yang dibuat oleh Jeremy Bentham untuk
mengusai dan menaklukan rasio para narapidana, penjelasan lebih lanjutnya akan
ada pada bab pembahasan. Kemudian yang kedua dalam hal ini penulis berusaha
untuk membeberkan kekuasaan yang dilakukan oleh institusi pendidikan terutama
kampus yang saat ini penulis belajar dan menuntut ilmu pengetahuan.
Dalam hal ini institusi pendidikan, yaitu
kampus penulis sendiri secara sadar maupun tidak disadari mengelurakan
jaring-jaring dan hubungan kekuasaan yang disebarkan melalui pengetahuan dan
kebijakan oleh kampus sehingga mendisiplinkan tubuh para mahasiswa untuk
berlaku dan bertindak sesuai dengan kemauan dan kepentingan oleh kampus.
Contohnya dalam hal ini penulis dan mahasiswa-mahasiswa lainnya secara sadar
kalau mereka sedang terdominasi dan dikuasai oleh kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh kampus, dimana IPK sebagai salah satu yang mensyaratkan
kelulusan apakah itu baik atau tidak, lulusan dengan pujian Cumlaude atau biasa
saja, begitupula mahasiwa memang dan harus memiliki IPK minimal 2 untuk dapat
dikatakan lulus.
Hal ini secara sadar diketahui oleh para
mahasiswa namun karena begitu tersebar, kuatnya dan tertanamnya kekuasaan pada
pengetahuan mahasiswa. Mahasiswa secara tidak disadari mendisiplinkan tubuhnya
untuk mencapai target atau standar yang menjadi kemauan kampus, dengan
mengerjakan tugas-tugas yang banyak yang terkadang membuat pusing kepala dan
mengeyampingkan kehidupan-kehidupan sosial lainnya. Hal ini terjadi karena
fokusnya tersedot untuk mengerjakan tugas sebagai cara untuk mendapatkan apa
yang menjadi kemauan dan kebenaran oleh kampus yaitu IPK yang bagus.
3. Teori oleh
Michel Foucault
Pada penjelasan sebelumnya diatas,
dimana kekuasaan merupakan sesuatu yang mana mampu mengarahkan manusia ataupun
individu lain bertindak dan berlaku sesuai keinginan dan kepentingan sang
pemilik kekuasaan tanpa disadari. Michel Foucault memandang kekuasaan bukanlah
sebagai sesuatu yang didapatkan melalui penaklukan dan dominasi yang dilakukan
manusia atas manusa lainnya, perang dengan bangsa lain kemudian mengalahkannya
setelah itu mendapatkan kekuasaan atas bangsa yang ditaklukan, ataupun
kekuasaan yang merupakan hasil dari persetujuan-persetujuan yang didapat dari
individu-individu lainya sehingga ada legitimasi kekuasaan. Kekuasaan menurut
Foucault lebih kepada sesuatu yang muncul dari hasil interaksi oleh manusia
yang ada didunia, yang mana beredar dikehidupan manusia dan sifatnya tersebar.
Kekuasaan menurut Foucault tidak terlepas dari kehidupan yang manusia alami
setiap hari, karena manusialah merupakan aktor dari kekuasaan itu sendiri,
dimana manusia dapat menjadi aktor yang menguasai manusia lainnya ataupun
sebaliknya.
Kekuasaan-kekuasaan yang yang ada
dikehidupan manusia menurut Foucault itu tersebar dan terdesiminasi ke segala
sisi kehidupan manusia, dimana oleh manusia, beredar, tertanam , dan berkembang
sesuai dengan perkembangan zaman dan struktur kekuasaan apa yang mendominasi.
Kekuasaan-kekuasaan yang ada pada kehidupan manusia tersebut tersebar dan
terdesiminasi ke segala sisi kehidupan manusia dikarenakan oleh adanya
ilmu-ilmu pengetahuan, melalui ilmu-ilmu pengetahuan yang dibentuk oleh manusia
itu sendiri. begitulah kekuasaan dan ilmu pengetahuan berafiliasi menjadi satu
kesatuan yang tidak terpisahkan yang mana menciptakan jaring-jaring kekuasaan
menurut Foucault.
Didalam ilmu pengetahuan sendiri terdapat
isu-isu kekuasaan oleh manusia yang membentuk dan membuat ilmu pengetahuan itu
ada yang guna diterapkan dalam kehidupan masyarakat untuk mendominasi manusia
atau masyarakat lainnya. Jika dicermati karya Michel Foucault, hampir semuanya
membicarakan akan kebenaran, kuasa, dan ilmu pengetahuan tetapi fokus
pembahasan yang dilakukan Foucault hanya pada kekuasaan. Foucault tidak
berbicara apa itu “ kuasa” tetapi Foucault menaruh perhatian pada bagaimana
mekanisme dan strategi kekuasaan serta bagaimana kekuasaan tersebut
dipraktikan, diterima, dan dilihat sebagai sebuah kebenaran yang ada di
masyarakat (Ibid).
Foucault berkeyakinan dimana kebenaran
itu sendiri letaknya tidak berada diluar, tetapi didalam kekuasaan itu sendiri.
Kebenaran-kebenaran yang ada tidak lain adalah kuasa itu sendiri. Kebenaran
merupakan aturan-aturan yang oleh kesadaran kita sudah dianggap pasti dan
benar, untuk menentukan dan memilah-milah, mengklasifikasi keberadaan diri
kita. Itulah yang merupakan rezim kebenaran dichotomist
dualist yang merekayasa pengetahuan untuk kekuasaan yang benar dan yang
salah, yang sah dan yang batal, yang pusat dan yang pinggiran, yang superior
dan mana yang inferior dan seterusnya (Ibid:
369)
Ilmu-ilmu pengetahuan yang menyebarakan
dan mendesiminasi kekuasaan terhadap kehidupan manusia secara implisit menjadi
pelanggeng kekuasaaan yang ada dikehidupan manusia. Pelanggengan kekuasaan yang
dilakukan oleh ilmu pengetahuan atau disiplin tersebut karena ilmu pengetahuan
menciptakan standar-standar akan kebenaran yang dibentuk yang kemudian
disebar dan tertanam pada pengetahuan
masyarakat dalam memandang kehidupan yang masyarakat tinggali. Standar-standar
akan kenaran yang telah diterima dan distujui oleh manusia didalam masyarakat
itu menjadikan manusia tidak tersadar kalau mereka (masyarakat) sedang
terdominasi. Hasil karya Michel Foucault pertama yang berjudul Madness and Civilization tahun 1961,
bagaimana ia menelusuri kegilaan untuk mencari dan mempelajari praktik-praktik
kekuasaan yang berkembang pada zaman itu.
Praktik kekuasaan yang dapat dibahas dari buku
Foucault yang pertama itu bagaimana praktik kekuasaan yang berkedok ilmu
pengetahuan atau disiplin dari ilmu psikologi itu sendiri melakukan praktik
kekuasaan kepada manusia lainnya. Kekuasaan disiplin ilmu Psikologi yang
diwakili dengan kehadiran seorang psikolog, dimana psikolog itu sendiri dapat
dengan mudah memutuskan apakah seseorang manusia itu normal dan seseorang itu
gila, stress dan bukan dianggap dari bagian orang yang normal. Metode-metode
yang diterapkan berupa pengujian yang melekat pada kekuasaan disipliner ilmu
seperti psikologi yang menggunakan tes, wawancara, dan interograsi sebagai
mekanisme yang manusiawi (Haryatmoko, 2002: 11).
Yang kemudian pada bukunya kedua yang
berjudul Birth of The Clinic yang
diterbitkan pada tahun 1963, Foucault lebih menitkberatkan dan melihat pada
institusi rumah sakit sebagai pemberi layanan medis dan kesehatan bagi
masyarakat juga melakuan praktik kekuasaan pada pasiennya melalui
kebenaran-kebenaran yang ada di disiplin ilmu pengetahuannya. Seorang dokter
punya kuasa untuk mengatakan dan membedakan mana manusia yang sehat, dan mana
manusia yang sakit sesuai kehendak yang berdasar pada dispilin ilmu
pengetahuannya. Dalam bukunya yang kedua ini, Foucault tertarik dan berminat
karena terjadi pergeseran ilmu kedokteran, dari yang berfokus pada kesehatan
dan masih menyediakan ruang bagi para pasien untuk menjadi dokter bagi dirinya
sendiri pada abad ke 18, menuju keadaan dimana konsepsi ilmu kedokteran yang
berfokus pada normalitas di mana tubuh pasien menjadi subjek tatapan yang
berdaulat dari sang dokter di dalam tatanan klinis sebuah rumah sakit modern
(Beilharz, 2002: 130).
Dalam hal penyelenggaraan negara pun,
negara melakukan dominasi dan penguasaan terhadap masyarakatnya. Dominasinya
dilakukan melalui alur pemikiran Governmentality
yang disusupi oleh jaring-jaring kekuasaan oleh pemerintah melalui adanya standart of truth atau standar-standar
kebenaran yang mana melalui proses-proses seperti klasifikasi, simplifikasi,
kontrol, efektifitas, dan manajemen guna penguasaan terhadap masyarakatnya guna
mencapai tujuan oleh pemerintah (kuliah mas Amex 16, Desember, 2013). Michael
Foucault sebagai teoritikus yang melihat kekuasaan yang tersebar dan
terdesiminasi ke segala penjuru kehidupan oleh masyarakat juga terjadi di
institusi penegakkan hukum.
Foucault pun melihat bagaimana strategi
yang dilakukan oleh institusi penjara yang dilakukan oleh para sipir-sipir
untuk melakukan praktik kekuasaannya terhadap para narapidana yang ada
dibilik-bilik penjara. Praktik kekuasaan yang dimaksudan oleh Foucault itu
sendiri dikarenakan bentuk penjara yang didesain oleh Jeremy Bentham yang
dinamakan penjara Panopticon, yang
mana penjara tersebut merupaan gambaran praktik akan kekuasaan yang dilakukan
oleh para sipir kepada narapidana. Desain penjara Panopticon yang dibuat oleh Bentham dibuat membundar, yang
bentuknya mengelilingi dimana tujuannya pembuatan yang seperti itu untuk
memudahkan pengawasan kepada para narapidana yang ada dipenjara. Praktik
kekuasaan yang dipraktikan oleh para sipir dengan cara pada bagian yang ada
ditengah penjara tersebut ditaruh lampu sorot yang mana terus berputar dan
menyorot keseluruh bagian untuk mengawasi setiap kamar atau bilik yang diisi
oleh para narapidana, diputar-putarnya lampu sorot tersebut, agar narapidana
merasa kalau mereka sedang diawasi.
Hal tersebut merupakan cara dari
institusi penjara dan sipirnya untuk melakukan pendisiplinan tubuh terhadap
tubuh para narapidana, dengan lampu sorot yang selalu berganti dan menoroti
kamar-kamar para narapidana maka seolah para narapidana ini sedang diawasi oleh
sipir penjara, hal tersebut menyebabkan narapidan-narapidana tersebut seperti
terkekang tidak bebas untuk melakukan kegiatan-kegiatannya apalagi untuk mencoba
untuk melarikan diri dari penjara. Pendisiplinan terhadap tubuh-tubuh para
narapidana yang dilakukan oleh penjara Panopticon
yang dibuat oleh Jeremy Bentham ini, merupakan gambran sebuah praktik kekuasaan
yang dilakukan oleh institusi penjara dan para sipirnya.
Pendisiplinan tubuh narapidana sebagai
praktik kekuasaan yang dilakukan para sipir menguntungkan bagi institusi penjara
karena dengan mekanisme ini penjara tidak membutuhkan kehadiran sipir setiap
waktu untuk mengecek ke semua kamar yang diisi oleh narapidana, kehadiran sipir
dikamar-kamar hanya cukup dilakukan beberapa kali saja, karena dengan mekanisme
menyorotkan lampu kepada setiap kamar narapidana sudah cukup. Dimana
seakan-akan narapidana tersebut sedang diawasi padahal narapidana tidak tahu
apakah ada atau tidak sipir yang sedang mengawasi.
Kemudian Michel Foucault juga menelusuri
bagian yang paling intim dari kehidupan manusia yaitu seksualitas, untuk
menelusuri dan mencari tahu apa yang dinamakan akan kekuasaan itu. Seksualitas
merupakan salah satu cara atau metode yang dilakukan Foucault dalam mencari
tahu kekuasaan yang ada pada zaman dimana ia ada. Foucault yang melihat sejarah
seksualitas yang ada pada zamannya meminjam pemikiran dari seorang Nietzsche
yang melihat agama sebagai sebuah institusi yang melakukan praktik kekuasaan
terhadap manusia atau masyarakatnya. Agama-agama yang ada memberikan sebuah
standar-standar atas kebenaran yang dijadikan sebagai norma-norma serta
nilai-nilai yang membatasi perilaku yang dilakukan oleh pemeluknya begitu pula
dalam hal seksualitas.
Dalam menulusuri kekuasaan yang ada di
balik seksualitas, maka Michel Foucault menggunakan metode genealogi untuk
melihat sejarah seksualitas. Kekuasaan yang berkembang dan menguasai
seksualitas itu sendiri disebabkan karena berkembangnya wacana-wacana ataupun
diskursus yang di produksi oleh lembaga-lembaga yang berusaha untuk menciptakan
masyarakat modern yang disipliner. Ketika masyarakat telah dikuasai wacana akan
seksualitas oleh lembaga yang memproduksi kekuasaan tersebut masyarakat akan
terdisiplinkan tubuhnya dengan sendirinya tanpa harus ada unsur pemaksaan atau
koersi untuk menertibkan perilaku masyarakat, karena dengan telah menguasai
pengetahuannya maka akan tergerak pula tubuhnya untuk didisiplinkan.
4. Pembahasan
Teori oleh Michel Foucault yang mana
membahas dan mengkritik kekuasaan yang tersebar dan terdesiminasi keseluruh
aspek kehidupan manusia. Di mana kekuasaan tersebut berafiliasi pada ilmu
pengetahuan yang menghadirkan disiplin-disiplin ilmu yang menciptakan
standar-standar kebenaran sebagai sebuah kebenaran yang harus diterima oleh
masyarakat dan masyarakat harus mengikutinya. Seperti pada penjelasan
sebelumnya pada bagian teori yang merupakan hasil karya oleh Michel Foucault,
dimana dia harus menulusuri sebuah “ kegilaan “ untuk mengetahui adanya
kekuasaan yang menyebabkan masyarakat yang bisa dikatakan “normal” dan “tidak
normal” yang menyingkirkan sebagian masyarakat yang dikatakan tidak normal
tersebut.
Kekuasaan yang bersemi pada sebuah
kegilaan dilihat oleh Michel Foucault dikarenakan munculnya ilmu-ilmu
pengetahuan atau disiplin ilmu psikologi yang kekuasaan tersebut diwakili oleh
kehadiran seorang psikolog. Seorang psikolog dengan disiplin ilmunya yaitu
psikologi memiliki metode-metode untuk melancarkan kekuasaannya sehingga dapa
membedakan dan men-judge seorang ini
normal dan orang lainnya tidak. Melalui metode-metode seperti wawancara, psikotest, dan lain-lain yang dilakukan
kepada masyarakat, seorang psikolog mampu dan mempunyai kekuasaan yang didapat
dari hasil pengetahuannya membedakan orang yang normal dan orang yang gila
sebagai sebuah kebenaran yang harus diterima oleh masyarakat.
Lanjut dari pembahasan yang sebelumnya
pada bagian teori, Michel Foucault juga menulusuri institusi rumah sakit
sebagai sumber kekuasaan. Hal tersebut dilakukan karena minatnya kepada
institusi rumah sakit yang meningkat, karena melihat adanya perubahan paradigma
kesehatan pada masyarakatnya pada saat itu yang mana masyarakat pada saat itu
mampu untuk menyembuhkan dirinya sendiri bergeser pada institusi rumah sakit
yang diwakili oleh dokter yang bertugas menyembuhkan masyarakat, sehingga solah
tubuh-tubuh dari para pasien tersebut menjadi lahan kekuasaan yang berdaulat
yang mana dokter berhak untuk melakukan apa saja pada tubuh sang pasien.
Pada final
paper ini penulis akan mencoba mengambil sebuah realitas sosial yang ada di
masyarakat Indonesia dan terjadi disekeliling penulis sendiri, yang mana
menurut penulis sesuai akan teori dan hasil karya oleh Michel Foucault. Dalam
hal ini penulis akan mencoba menganalogikan beberapa masalah yang menjadi
perhatian penulis dengan teori yang dihasilkan oleh Foucault. Pertama penulis
akan mencaba menganalogikan CCTV sebagai sebuah sumber kekuasaan baru pada
masyarakat Indonesia saat ini. CCTV yang kepanjangannya Closed Circuit Television, merupakan seperangkat alat keamanan
berupa kamera yang biasanya dipasang di tiap-tiap sudut ruangan untuk
mengawasi. CCTV merupakan hasil dari perkembangan teknologi yang semakin
modern, sehingga tidak memerlukan banyak tenaga manusia untuk menjaga sebuah
tempat cukup dengan memasang kamera tersebut disetiap sudut ruangan maka
tertanam lah ketakutan-ketakutan pada pengetahuan pada tiap orang untuk berlaku
normally, yang biasa saja sehingga
tidak bisa leluasa untuk melakukan tindakannya.
Penulis dalam hal ini melihat CCTV
begitu dekat dengan mekanisme yang Foucault lihat pada institusi penjara yang
terjadi pada masyarakatnya dahulu. Dimana Foucault melihat penjara yang
didesain oleh Jeremy Bentham yang bernama penjara Panopticon, melakukan praktik
kekuasaannya kepada para narapidana, dengan menyebarkan dan menanamkan
ketakutan kepada diri narapidana yang diwakilkan dengan bentuk gedung yang
membundar, yang setiap saat di sorot oleh lampu sorot. Dimana lampu sorot
tersebut berfungsi sangat strategis dalam mekanisme penjara panopticon, bentuk
penjara yang membundar kemudian lampu sorot yang memutar menyorotkan cahayanya
ke segala sudut penjara untuk menyebarkan pengetahuan kepada narapidana kalau
mereka sedang disorot dan diawasi. CCTV sebagai sebuah alat keamanan baru yang
merupakan hasil yang dari perkembangan zaman dan teknologi. CCTV menjadi alat
atau cara menerapkan sistem keamanan terbaru dan paling canggih untuk mengawasi
setiap tindakan yang tidak diinginkan.
Ketika CCTV menjadi sebuah alat ataupun
cara menerapkan sistem keamanan yang baru, CCTV secara tidak langsung
menyebarkan dan menerapkan kekuasaan pada orang atau masyarakat yang berada
pada wilayah sorotnya sehingga pengetahuan dan tubuh individu tersebut
terdisiplinkan sesuai dengan norma yang berlaku pada masyarakat atau suatu
tempat yang dianggap sebuah kebenaran. CCTV dalam hal ini merupakan medium atau
alat yang menyebarkan kekuasaan oleh sang pemiliki tempat dengan menaruh kamera
CCTV disetiap sudut bangunan untuk melihat dan merekam gerak-gerik dari orang
atau masyarakat yang berada didalam area sorot sebuah CCTV. CCTV menjadi media
untuk menguasai orang lain dengan menanamkan sebuah pengetahuan kepada
orang-orang yang berada diwilayah sorotnya kalau mereka sedang direkam dan
diawasi, sehingga orang-orang tersebut harus act normally, sesuai dengan peraturan yang ada pada suatu tempat.
Sebagai contoh kamera CCTV yang dipasang
di sebuah minimarket, bagaimana minimarket tersebut sang empunya kamera CCTV
secara tidak langsung menyebarkan kekuasaannya melalui medium CCTV tersebut.
Pembeli-pembeli serta pengunjung
minimarket tahu kalau disetiap sudut ruangan minimarket tersebut terpasang
kamera, sehingga pembeli dan pengunjung minimarket tersebut secara sadar mereka
sedang direkam dan diawasi tindakannya. Padahal CCTV yang biasanya tersambung
dengan ruangan kontrolnya atau ruang keamanan tidak atau belum tentu saat itu sedang
dijaga dan diawasi oleh seorang petugas keamanan minimarket. Pembeli dan
pengunjung minimarket maka akan berlaku normal dan sesuai aturan yang ada pada
tempat tersebut dan tidak akan berlaku diluar logika ketika mereka sedang
diawasi, seperti melakukan pencurian terhadap barang-barang yang ada
diminimarket tersebut. Penanaman akan ketakutan telah meresap kepada
pengetahuan-pengetahuan sang individu pembeli dan tersebar ke seluruh pembeli
dan pengunjung minimarket melalui benda yang kecil yang dipasang disudut-sudut
minimarket. Tidak perlu kehadiran satpam dan petugas keamanan yang banyak,
cukup dengan memasang dan menaruh alat perekam dalam hal ini CCTV untuk merekam
dan mengawasi sebuah ruangan minimarket dengan begitu saja mekanisme kekuasaan
berjalan karena mereka (pembeli) tahu sedang diawasi, rasio atau pengetahuan
pun menyadari dan tubuh-tubuh para pembeli pun terdisiplinkan.
Pembahasan mengenai masalah yang kedua
oleh penulis, bagaimana penulis berusaha mengungkap kekuasaan yang dimiliki
oleh institusi pendidikan dalam hal ini institusi kampus melakukan praktik
kekuasaan dengan menyebarkan pengetahuan akan standar lulus dan nilai yang baik
sebagai sebuah syarat atau ketentuan yang harus dimiliki para mahasiswa.
Seperti pada penjelasan sebelumnya yaitu pada bab masalah, penulis sebagai
mahasiswa dan mahasiswa lainnya sadar kalau mereka sedang terdominasi dan
dikuasai oleh kebijakan kampus untuk menjadi mahasiswa yang baik maka harus
memiliki nilai yang baik yang tergambar melalui perolehan IPK. Penulis dan
mahasiswa lainnya mengerjakan ini semua (bidang akademis) berupa tugas,
membaca, penelitian dan lain-lain semata-mata hanya untuk mengejar nilai yang
baik sebagai sebuah standar kebenaran produksi kampus. Terkadang untuk mengejar
sebuah kebenaran yang diproduksi oleh kampus tersebut, penulis dan mahasiswa
lain mengesampingkan hal lainnya yang mungkin jauh lebih penting termasuk
kehidupan sosial. Bagaimana institusi pendidikan dalam hal ini mensyaratkan IPK
seorang mahasiswa untuk diatas 2 untuk memperoleh gelar kesarjanaan, standar
akan pengetahuan yang diproduksi oleh kampus menjadi standar kebenaran yang
harus diikuti oleh mahasiswa.
Dengan kenyataan tersebut bagaimana
mahasiwa harus mengikuti alur dengan harus mengikuti seluruh kegiatan perkuliahan
yaitu sit in, mengerjakan tugas,
membaca, penelitian dan lain-lain untuk mecapai skor yang ditentukan oleh
kampus. Bagaimana kampus dalam hal ini mereproduksi kekuasaan dengan menguasai
wacana akan kebenaran yang dihadirkan melalui standar nilai IPK yang kemudian
merasuk, tertanam dan menyebar kepada seluruh pengetahuan oleh mahasiswa yang
mana untuk mencapai target tersebut mahasiswa harus mendisiplinkan tubuhnya
dengan mengikuti segala tata cara dan aturan untuk mencapai nilai atau IPK yang
diproduksi oleh kampus sebagai sebuah kebenaran.
5. Penutup
Foucault sebagai pemikir post-modernisme
yang mana mengkritik dunia modern atau modernitas justru mendominasi dan
berusaha menguasai masyarakat dengan melakukan penaklukan-penaklukan terhadap
rasio dan pengetahuan masyarakat. dalam hal ini Michel Foucault menitikberatkan
pemikirannya terhadap pengetahuan, kekuasaan dan kebenaran. Namun fokus dari
pemikiran Michel Foucault tertuju pada relasi kekuasaan yang lebih dominan
mewakili pemikirannya. Foucault melihat bagaimana sebuah kekuasaan itu
merupakan sesuatu yang terpisah ataupun berada diluar dari pengetahuan, karena
sesungguhnya kekuasaan itu ada dan berada dipengetahuan tersebut yang sifatnya
produktif dan untuk mencapai sebuah relasi kekuasaan maka pengetahuan atau
disiplin tersebut menciptakan sebuah kebenaran-kebenaran.
Foucault dalam melihat kekuasaan
bukanlah sesuatu hal yang didapat melalui perang dan menaklukan bangsa lain
untuk dapat menguasainya ataupun Foucault juga tidak melihat sebuah “kuasa” itu
didapat melalui persetujuan-persetujuan ataupun konsensus didalam masyarakat
itu sendiri. Foucault melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang tersebar dan
terdesiminasi keseluruh sisi kehidupan masyarakat, karena manusialah aktor dari
kekuasaan itu sendiri. Manusia seperti yang dikatakan oleh Foucault adalah
aktor kekuasaan maka manusia itu sendiri mempunyai kesempatan untuk melakukan
praktik kekuasaan pada individu lain, namun ia (manusia) juga bisa menjadi
orang yang terbelenggu oleh praktik kuasa orang lain. Foucault dalam melihat
relasi kekuasaan yang ada pada masyarakatnya yang telah tertulis didalam
buku-bukunya itu, praktik-praktik kekuasaan yang ada dilakukan oleh
disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang mana pengetahuan yang ada pun dibentuk
oleh manusia itu sendiri demi berlangsungnya kepentingan oleh yang menciptakan
ilmu pengetahuan tersebut.
Pemikiran oleh Foucault mengenai
disiplin ilmu pengetahuanlah yang justru menyebarkan kekuasaannya kepada orang
lain melalui pengetahuan yang ada pada dispilin tertentu. Disiplin ilmu yang
Foucaut lihat sebagai salah satu bentuk disiplin yang melakukan praktik
kekuasaan tersebut misalnya psikologi. Bagaimana melalui kehadiran seorang
psikolog, disiplin ilmu psikologi mampu membedakan atau mengklasifikasikan
mana-mana orang yang normal dan mana-mana orang yang tidak normal hanya melalui
metode atau cara-cara yang ada pada disiplin mereka seperti wawancara, psikotes
dan lain-lain. Kemudian minat Foucault juga tertuju pada institusi rumah sakit,
melalui dokternya melakukan praktik kuasa pada pasiennya. Dalam hal ini Foucault
berminat dan tertarik untuk melihat institusi kesehatan itu sendiri, karena ada
pergeseran paradigma pada institusi tersebut yang mana pada awalnya pasien atau
masyarakat mampu mengobati atau menyembuhkan dirinya sendiri kalau sakit namun
bergeser kepada kehadiran dokter untuk mengobati pasien, bagaimana tubuh pasien
tersebut merupakan lahan praktik kuasa oleh dokter atas pasien.
Singkat saja, Foucault juga melihat pada
masyarakatnya terjadi praktik kekuasaan yang dilakukan penjara kepada
narapidana. Dimulai dari desain penjara oleh Jeremy Bentham yang memutar,
kemudian ditaruh lampu sorot ditengahnya, penjara tersebut yaitu penjara
Panopticon. Panopticon melakukan mekanisme dalam mendisiplinkan narapidannya
dengan menyorotkan lampu kepada seluruh kamar narapidana, seakan-akan narapidan
tersebut sedang diawasi, maka dengan begitu narapidana tidak akan melakukan
hal-hal yang tidak terduga seperti kabur atau kerusuhan karena tubuh mereka
sudah di disiplinkan. Foucault juga melihat seksualitas yang kini menjadi tabu
dikarenakan sebuah wacana yang diproduksi oleh lembaga-lembaga, memberikan
pengetahuan dan kebenaran kalau seks adalah hal yang tabu dilakukan oleh
masyarakat yang tidak mempunyai ikatan yang sah untuk kasus Indonesia, biasanya
lembaga-lembaga agama lah yang memproduksi akan pembatasan prilaku seks bagi
pemeluknya. Untuk melihat ralasi kekuasaan yang ada pada seksualitas Foucaut
menggunakan metode pendekatan genealogi untuk melihat sejarah-sejarah sehingga
terbentuknya wacana akan seksualitas.
Dalam hal ini penulis mengambil contoh
kasus sebuah CCTV, CCTV sebagai sebuah benda hasil kemajuan teknologi modern
penulis meyakini terdapat kesamaan mekanisme yang dijalankan CCTV ini dengan
penjara Panopticon. Dimana CCTV dan penjara panopticon sendiri penulis lihat
sama-sama berusaha menanamkan rasa takut bagi individu, sehingga individu
berlaku sesuai dengan keinginan yang dimiliki oleh pemilik kuasa. Dengan adanya
CCTV tersebut secara tidak langsung mempengaruhi pengatahuan oleh pengunjung
sehingga bertindak sesuai aturan yang mana terjadi pendisipinan terhadap tubuh
pengunjung pada saat itu. Kemudian penulis juga mengambil permasalahan insitusi
pendidikan dalam hal ini kampus yang menjadi tempat penulis menuntut ilmu juga,
yang melakukan praktik kekuasaan kepada mahasiswanya. Praktik kekuasaan yang
dijalankan oleh kampus melalui standar IPK yang menjadi tolak ukur sepandai apa
mahasiwa dan yang menentukan kelulusan dari mahasiswa juga. Nampaknya menjadi
penting bagi kampus untuk mendisplinkan dan mengatur tubuh para mahasiswanya
demi tujuan oleh kampus itu sendiri. Penulis dan mahaswiswa lainnya dalam hal
ini sadar telah terjadi dominasi kekuasaan oleh kampus, namun apa daya rasio
dan pengetahuan penulis dan mahasiswa lainnya telah ditaklukan oleh
kebenaran-kebenaran yang diproduksi oleh kampus.
Penulis dalam hal ini melihat bahwa pemikiran,
filsafat dan hasil karya oleh Michel Foucault masih begitu relevan untuk
menjadi titik tolak pemikiran kritis bagi masyarakat Indonesia kini terutama
untuk mahasiswa sebagai seorang akademisi. Kehidupan yang normal dan seimbang (equilibrum) yang kita temui setiap hari
tidak menjadikan kita sebagai orang yang apatis dalam memandang dunia,
seharusnya menjadi tolak pikir utama bagi kita untuk berpikir kritis karena
dibalik itu terdapat relasi-relasi kekuasaan yang bersemayam dan tersebar demi
kepentingan segelintir orang. Hal ini selaras dan setujuan akan pemikiran
Michel Foucault yang mengkritik kekuasaan yang disebarkan oleh ilmu-ilmu
pengetahuan melalui kebenarannya untuk mendisiplinkan tubuh manusia demi
mewujudkan masyarakat yang disipliner.
Daftar Pustaka
- Beilharz, Peter. 2002. Teori-Teori Sosial, Observasi Kritis terhadap Para Filosof Tekemuka. Alih bahasa oleh Sigit Jatmiko.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- Haryatmoko. 2002.
Foucault dan Kekuasaan. Diterbitkan oleh BASIS. diktat mas Amex
- Suyanto, Bagong dan M. Khusna Amal. 2010. Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial. Malang: Aditya Media
- Perkuliahan Michel Foucault oleh mas Amex pada
tanggal 16 Desember 2013